JODOH : ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN

JODOH : ANTARA HARAPAN DAN KENYATAAN
EPISODE 1 :
Saat Fulanah masih seorang gadis, yang ada di benaknya dan yangkemudian menjadi tekadnya adalah keinginan menjadi isteri shalihatyang taat dan selalu tersenyum manis. Pendeknya, ingin memberikanyang terbaik bagi suaminya kelak sebagai jalan pintas menuju surga.
Tekad itu diperolehnya setelah mengikuti berbagai 'tabligh', ceramah,dan seminar keputerian serta membaca sendiri berbagai risalah. Bahkanbanyak pula ayat Al-Qur'an dan Hadits yang berkaitan dengan hal itutelah dihafalnya, seperti "Ar Rijalu qowwamuna alan nisaa'..."," Faso-lihatu qonitatu hafizhotu lilghoibi bima hafizhallah. .." (QS. An-Nisaayat 34). Juga Hadits :"Ad dunya mata', wa khoiru mata'iha al mar'atussholihat." (dunia adalah perhiasan dan sebaik-baik perhiasan adalahisteri sholihat).
Atau, hadits "Wanita sholihat adalah yang menyenangkanbila dipandang, taat bila disuruh dan menjaga apa-apa yang diamanahkanpadanya. Begitu pula hadits "Jika seorang isteri sholat lima waktu,shaum di bulan Ramadhan dan menjaga kehormatan dirinya serta suaminyadalam keadaan ridha padanya saat ia mati, maka ia boleh masuk surgalewat pintu yang mana saja. (HR Ahmad dan Thabrani).
Hadits yang beratdan seram pun dihafalnya, "Jika manusia boleh menyembah manusia lainnya,maka aku perintahkan isteri menyembah suaminya." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi,Ibnu Majah, dan Ibnu Hibban)Figur isteri yang sholihat, taat, dan setia serta qona'ah seperti Kha-dijah r.a. benar-benar terpatri kuat di benak Fulanah dan jelas inginditirunya.
Maka, tatkala Allah SWT telah menakdirkan ia mendapat jodohseorang Muslim yang sholih, 'alim dan berkomitmen penuh pada Islam,Fulanah pun melangkah ke gerbang pernikahan dengan mantap. Begitu khidmatdan khusyu karena kesadaran penuh untuk beribadah dan menjadikan jihaddan syahid sebagai tujuan hidup berumah tangga.
EPISODE 2
Tatkala Fulan masih menjadi seorang jejaka, ia sering membatin, ber-angan-angan, dan bercita-cita membentuk rumah tangga Islami denganseorang Muslimah sholihat yang menyejukkan hati dan mata.
Alangkahbahagianya menjadi seorang suami dan seorang "qowwam" yang "qooiminbi nafsihi wa muuqimun lil ghoirihi" (tegak atas dirinya dan mampumenegakkan orang lain, terutama isteri dan anak-anaknya) . Juga menjadi'imam yang adil' yang akan memimpin dan mengarahkan isteri dan anak-anaknya.
Alangkah menenangkannya mempunyai seorang isteri yang akan dijaganyalahir dan batin, dilindungi dan disayanginya karena ia adalah amanahAllah SWT yang telah dihalalkan baginya dengan dua kalimat Allah SWT.Ia bertekad untuk mempergauli isterinya dengan ma'ruf (QS An-Nisa:19)dan memperhatikan hadits Rasulullah SAW tentang kewajiban-kewajibanseorang suami. "Hanya laki-laki mulialah yang memuliakan wanita."
"Yang paling baik di antara kamu, wahai mu'min, adalah yang palingbaik perlakuannya terhadap isterinya. Dan akulah (Muhammad SAW) yangpaling baik perlakuannya terhadap isteri-isteriku. " "Wanita sepertitulang rusuk manakala dibiarkan ia akan tetap bengkok, dan manakaladiluruskan secara paksa ia akan patah." (HR. Bukhari dan Muslim)
Fulan pun bertekad meneladani Rasulullah SAW yang begitu sayang danlembut pada isterinya. Tidak merasa rendah dengan ikut meringankanbeban pekerjaan isteri seperti membantu menyapu, menisik baju dansekali-sekali turun ke dapur seperti ucapan Rasulullah kepada Bilal :"Hai Bilal, mari bersenang-senang dengan menolong wanita di dapur."
Karena Rasulullah suka bergurau dan bermain-main dengan isteri sepertiberlomba lari dengan Aisyah r.a. (HR Ahmad), maka ia pun berkeinginanmeniru hal itu serta menyapa isteri dengan panggilan lembut 'Dik' atau'Yang'.
EPISODE-EPISODE SELANJUTNYA
Fulan dan Fulanah pun ditakdirkan Allah SWT untuk menikah. Pasanganyang serasi karena sekufu dalam dien, akhlaq, dan komitmen denganIslam.
Waktu pun terus berjalan. Dan walaupun tekad dan cita-cita terusmembara, kin banyak hal-hal realistis yang harus dihadapi. Sifat,karakter, pembawaan, selera, dan kegemaran serta perbedaan latarbelakang keluarga yang semula mudah terjembatani oleh kesatuan iman,cita-cita, dan komitmen ternyata lambat laun menjadi bahan-bahanperselisihan.
Pertengkaran memang bumbunya perkawinan, tetapi manakalabumbu yang dibubuhkan terlalu banyak, tentu rasanya menjadi tajam dantak enak lagi.Ternyata, segala sesuatunya tak seindah bayangan semula. Antara harapandan kenyataan ada terbentang satu jarak. Taman bunga yang dilaluiternyata pendek dan singkat saja.
Cukup banyak onak dan duri siapmenghadang. Sehabis meneguk madu, ternyata 'brotowali' yang pahitpunharus diteguk. Berbagai masalah kehidupan dalam perkawinan harusdihadapi secara realistis oleh pasangan mujahid dan mujahidah sekalipun.
Allah tak akan begitu saja menurunkan malaikat-malaikat untuk menyelesai-kan setiap konflik yang dihadapi. "Innallaha laa yughoyyiru ma biqoumihatta yughoyyiru maa bi anfusihim" (QS Ar-Raad : 6).Ada seorang isteri yang mengeluhkan cara bicara suaminya terutama jikamarah atau menegur, terdengar begitu 'nyelekit'.
Ada pula suami yangmengeluh karena dominasi ibu mertua terlalu besar. Perselisihan dapattimbul karena perbedaan gaya bicara, pola asuh, dan latar belakangkeluarganya. Kejengkelan juga mulai timbul karena ternyata suamibersikap 'cuek', tidak mau tahu kerepotan rumah tangga, karena berang-gapan "itu khan memang tugas isteri." Sebaliknya, ada suami yang kesalkarena isterinya tidak gesit dan terampil dalam urusan rumah tangga,maklum sebelumnya sibuk kuliah dan jadi 'kutu buku' saja.
Fulan pun mulai mengeluh. Ternyata isterinya tidak se-"qonaah" yangdiduganya, bahkan cenderung menuntut, kurang bersahaja dan kurangbersyukur. Fulanah sebaliknya. Ia mengeluh, sang suami begitu iritbahkan cenderung kikir, padahal kebutuhan rumah tangga dan anak-anakterus meningkat.Seorang sahabat Fulan juga kesal karena isterinya sulit menerimakeadaan keluargan.
Sebab musababnya sih karena perbedaan statussosial, ekonomi dan adat istiadat. Kekesalannya bertambah-tambahkarena dilihatnya sang isteri malas meningkatkan kemampuan intelek-tual, manajemen rumah tangga, serta kiat-kiat mendidik anak. Sebaliknya,sang isteri menuduh suaminya sebagai "anak mama" yang kurang mandiri dantidak memberi perhatian yang cukup pada isteri dan anak-anaknya.
Belumlagi problem yang akan dihadapi pasangan-pasangan muda yang masih tinggalmenumpang di rumah orang tua. Atau di dalam rumah mereka ikut tinggalkakak-kakak atau adik-adik ipar. Kesemua keadaan itu potensial mengundangkonflik bila tidak bijak-bijak mengaturnya.Kadang-kadang semangat seorang Muslimah untuk da'wah keluar rumah terlaluberlebihan. Tidak "tawazun".
Hal ini dapat menyebabkan seorang suamimengeluh karena terbebani dengan tugas-tugas rumah tangga yang seabreg-abreg dan mengurus anak-anak. Selanjutnya, ada pula Muslimah yang terlalubanyak menceritakan kekurangan suaminya, kekecewaan-kekecewa annya padasuaminya.
Padahal ia sendiri kurang instrospeksi bahwa ia sering lupamelihat kebaikan dan kelebihan suaminya.Ada suami yang begitu "kikir" dalam memuji, kurang "sense of humor" dan"sedikit" berkata lembut pada isteri. Kalau ada kebaikan isteri yangdilihatnya, disimpannya dalam hati, tetapi bila ia melihat kekurangansegera diutarakannya. Bahkan ada pula pasangan suami-isteri yang memilikiproblem "hubungan intim suami-isteri" .
Mereka merasa tabu untuk membica-rakannya secara terus terang di antara mereka berdua. Padahal akibatnyamenghilangkan kesakinahan rumah tangga.Kalau mau dideretkan dan diuraikan lagi, pasti daftar konflik yang terjadidi antara pasangan suami-isteri muda Muslim dan Muslimah akan lebih panjanglagi. Memang, persoalan-persoalan tidak begitu saja hilang. Rumah tanggatidak pasti akan berjalan mulus tanpa konflik hanya dengan kesamaan fikrahdan cita-cita menegakkan Islam.
Mereka yakni Fulan dan Fulanah cs tetapmanusia-manusia biasa yang bisa membuat kekhilafan dan tidak lepas darikekurangan-kekurang an. Dan mereka pun pasti mengalami juga fluktuasi iman.Pasangan yang bijak dan kuat imannya akan mampu istiqomah dan lebih punyakemampuan menepis badai dengan menurunkan standar harapan.
Tidak perluberharap muluk-muluk seperti ketika masih gadis atau jejaka. Karena,ternyata kita pun belum bisa mewujudkan tekad kita itu. Sebagai Muslimdan Muslimah hendaknya kita sadar, tidak mungkin kita dapat menjadi isteriatau suami yang sempurna seperti bidadari atau malaikat.
Maka kita puntentunya tidak perlu menuntut kesempurnaan dari suami atau isteri kita."Just the way you are" lah. Kita terima pasangan hidup kita seadanya,lengkap dengan segala kekurangan (asal tidak melanggar syar'i) dankelebihannya. Kita memang berasal dari latar belakang keluarga, kebia-saan, dan karakter yang berbeda, walau tentunya dien, fikrah, dan cita-cita kita sama.
Pada saat ghirah tinggi, iman dalam kondisi puncak,"Prima", semua perbedaan seolah sirna. Namun pada saat "ghirah" turun,iman menurun, semua perbedaan itu menyembul ke permukaan, mengganjal,mengganggu, dan menyebalkan.
Akibatnya tidak terwujud sakinah.Kiat utama mengatasi permasalahan dalam rumah tangga, tentunya setelahberdoa memohon pertolongan Allah SWT dan mau ber "muhasabah" (introspeksi) ,adalah mengusahakan adanya komunikasi yang baik dan terbuka antara suami-isteri.
Masalah yang timbul sedapat mungkin diselesaikan secara interndulu di antara suami-isteri dengan pembicaraan dari hati ke hati. "Uneg-uneg" yang ada secara fair dan bijak diungkapkan.Selanjutnya, yang memang bersalah diharapkan tidak segan-segan mengakuikesalahan dan meminta maaf.
Yang dimintai maaf juga segera mau memaafkandan tidak mendendam. Masing-masing pihak berusaha keras untuk tidakmengadu ke orang tua, atau orang lain. Jadi tidak membongkar atau membe-berkan aib dan kekurangan suami atau isteri. Hal lain yang perlu diper-hatikan adalah tidak membandingk- bandingkan suami atau isteri denganorang lain, karena itu akan menyakitkan pasangan hidup kita.
Setelah itu,masing-masing juga perlu 'waspada' agar tidak terbiasa kikir pujian danroyal celaan.Jika terpaksa, kadnag-kadang memang diperlukan bantuan pihak ketiga(tetapi pastikan yang dapat dipercaya keimanan dan akhlaqnya) untukmembantu melihat permasalahan secara lebih jernih. Kadang-kadang"kacamata" yang kita pakai sudah begitu buram sehingga semua kebaikanpasangan hidup kita menjadi tidak terlihat, bahkan yang terlihatkeburukannya saja. Orang lain yang terpercaya InsyaAllah akan bisamembantu menggosok 'kacamata' yang buram itu.
Alhamdulillah ada yang tertolong dengan cara ini dan mengatakan setelah konflik terselesaikanmereka pun berbaikan lagi seperti baru menikah saja ! Layaknya !Dengan berikhtiar maksimal, bermujahadah, dan bersandar pada Allah SWT,InsyaAllah kita dapat mengembalikan kesakinahan dan kebahagiaan rumahtangga kita, serta kembali bertekad menjadikan jihad dan syahid sebagaitujuan kita berumah tangga. Amiin yaa Robbal'aalamiin.
Wallahu a'lam bishowab.Wassalamu'alaikum wa rohmatullaahi wa barokaatuhu* tulisan dari Ummu Samy Romadhon di majalah Ummi No. 6/V, 1414 H/1993*

Comments

Popular Posts