Melayankan kebaikan kepada orang lain (Sebuah renungan akhir tahun 2007)

Di penghujung tahun 2007 ini, saya merenung tentang satu hal, yaitu: ”Seberapa besar tingkat kepedulian saya kepada orang lain?” Dari skala 1 (sangat buruk) sampai dengan 5 (sangat baik), dimanakah posisi saya? Jawabannya tidak akan saya kemukakan, tapi cukup disimpan untuk diri sendiri.

Mengapa saya melakukan hal ini? Ini tak lain untuk kepentingan diri sendiri. Selama saya masih belum memiliki kesadaran akan ruang dan waktu, selama itu pula jiwa saya tak akan pernah hadir. Kita hanya akan mengalami transformasi yang luar biasa begitu kita mulai melayankan kebaikan kepada orang lain.

Hal yang mudah diucapkan lidah tetapi amat rumit dilakukan adalah memikirkan orang lain, melayankan kebaikan dan memberikan manfaat baginya. Hal tersebut adalah kebutuhan untuk menikmati hidup yang penuh makna. Dengannya adalah cara terbaik untuk mencapai hakikat kemanusiaan yang sejati.

Lingkungan tempat saya berdiri sekarang telah begitu materialistisnya, sehingga banyak orang beranggapan bahwa perhatian tersebut bisa terjawabkan dengan uang. Padahal walaupun uang itu penting, ia tak akan pernah dapat menggantikan perhatian, pengertian, kehadiran dan kasih sayang.

Betapa banyak contoh yang bisa di ambil dari kehidupan sehari-hari. Banyak anak yang tumbuh tanpa perhatian yang semestinya dari orang tua mereka. Banyak orang tua yang berdalih bahwa kualitas jauh lebih penting daripada kuantitas. Padahal, kasih sayang dan pengertian hanya akan terbina melalui proses yang fokus dan terus menerus, yang membutuhkan banyak waktu. Betapa banyak para profesional yang cukup puas dengan memberikan sejumlah uang kepada orang tua mereka tanpa pernah mau tahu mengenai keadaan mereka yang sesungguhnya. Orang-orang seperti ini telah mengalami kekosongan pengertian dalam memahami hidup seolah-olah segala sesuatunya bisa dibeli dengan uang.

Kahlil Gibran pernah menulis, ”Bila engkau memberi dari hartamu, tiada banyaklah pemberian itu. Bila engkau memberi dari dirimu itulah pemberian yang penuh arti.” Memberi tidak harus bernuansa materi. Bahkan memberikan perhatian sebenarnya jauh lebih berarti daripada memberikan materi yang sifatnya sementara dan amat terbatas.

Salah satu wujud melayankan kebaikan kepada orang lain adalah dengan menunjukkan kepedulian yang paling mendasar seperti mendengarkan. Seorang anak pernah mengungkapkannya dengan sangat baik, ”Di masa pertumbuhanku, ayahku selalu menghentikan apa yang sedang dia kerjakan dan mendengarkanku saat aku begitu bersemangat menceritakan apa yang telah aku alami seharian.” Mendengarkan dengan benar adalah melupakan diri sendiri dan memberikan perhatian lahir dan batin yang tulus. Dengan mendengarkan kita dapat menangkap bukan hanya apa yang dikatakan tetapi juga apa yang dirasakan.

Mendengarkan amat penting untuk bisa memberikan sesuatu yang benar-benar dibutuhkan orang lain, bahkan sekalipun mereka tidak mengatakannya. ”Adalah baik untuk memberi ketika diminta, tapi jauh lebih baik lagi jika memberi tanpa harus diminta.” (Kahlil Gibran

Comments

Popular Posts