TUKANG KAYU DAN RUMAHNYA
TUKANG KAYU DAN RUMAHNYA
Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari pekerjaannya di sebuah
perusahaan konstruksi real estate. Ia menyampaikan keinginannya tersebut pada
pemilik perusahaan. Ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan
penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya.
Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja
terbaiknya. Ia lalu memohon pada tukang kayu tersebut untuk membuatkan sebuah
rumah untuk dirinya. Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi
pemilik perusahaan itu. Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera
berhenti. Hatinya tidak sepenuhnya dicurahkan.
Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu. Ia Tidak Memilih Bahan
bahan yang bagus untuk membangun rumah tersebut, Ia cuma menggunakan bahan-bahan
sekedarnya. Akhirnya selesailah rumah yang diminta oleh tuannya. Hasilnya
bukanlah sebuah rumah yang baik. Sungguh sayang ia harus mengakhiri kariernya
dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.
Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat rumah yang dimintanya, ia
menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu.
'Ini adalah rumahmu, ' katanya, 'hadiah dari kami.' Betapa terkejutnya
si tukang kayu. Betapa malu dan menyesalnya. Seandainya saja ia mengetahui
bahwa sesungguhnya ia mengerjakan rumah untuk dirinya sendiri, ia tentu akan
mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali. Kini ia harus tinggal di
sebuah rumah yang tak terlalu bagus hasil karyanya sendiri.
Itulah yang terjadi pada kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita
yang membangun kehidupan dengan cara yang membingungkan dan kurang bertanggung
jawab. Lebih memilih berusaha ala kadarnya ketimbang mengupayakan yang baik.
Bahkan, pada bagian-bagian terpenting dalam hidup kita tidak memberikan yang
terbaik.
Pada akhir perjalanan kita terkejut saat melihat apa yang telah kita
lakukan, bahwa sesungguhnya apa yang kita kerjakan hari ini adalah semata-mata
untuk kita di hari nanti..
Seandainya kita menyadarinya sejak semula, pasti kita akan menjalani
hidup ini dengan cara yang jauh berbeda. Renungkan bahwa kita
adalah si tukang kayu. Renungkan 'rumah' yang sedang kita bangun. Setiap hari
kita memukul paku, memasang papan, mendirikan dinding dan atap. Mari kita
selesaikan 'rumah' kita dengan sebaik-baiknya seolah-olah hanya mengerjakannya
sekali saja dalam seumur hidup.
Wassalam,
Seorang tukang kayu tua bermaksud pensiun dari pekerjaannya di sebuah
perusahaan konstruksi real estate. Ia menyampaikan keinginannya tersebut pada
pemilik perusahaan. Ia ingin beristirahat dan menikmati sisa hari tuanya dengan
penuh kedamaian bersama istri dan keluarganya.
Pemilik perusahaan merasa sedih kehilangan salah seorang pekerja
terbaiknya. Ia lalu memohon pada tukang kayu tersebut untuk membuatkan sebuah
rumah untuk dirinya. Tukang kayu mengangguk menyetujui permohonan pribadi
pemilik perusahaan itu. Tapi, sebenarnya ia merasa terpaksa. Ia ingin segera
berhenti. Hatinya tidak sepenuhnya dicurahkan.
Dengan ogah-ogahan ia mengerjakan proyek itu. Ia Tidak Memilih Bahan
bahan yang bagus untuk membangun rumah tersebut, Ia cuma menggunakan bahan-bahan
sekedarnya. Akhirnya selesailah rumah yang diminta oleh tuannya. Hasilnya
bukanlah sebuah rumah yang baik. Sungguh sayang ia harus mengakhiri kariernya
dengan prestasi yang tidak begitu mengagumkan.
Ketika pemilik perusahaan itu datang melihat rumah yang dimintanya, ia
menyerahkan sebuah kunci rumah pada si tukang kayu.
'Ini adalah rumahmu, ' katanya, 'hadiah dari kami.' Betapa terkejutnya
si tukang kayu. Betapa malu dan menyesalnya. Seandainya saja ia mengetahui
bahwa sesungguhnya ia mengerjakan rumah untuk dirinya sendiri, ia tentu akan
mengerjakannya dengan cara yang lain sama sekali. Kini ia harus tinggal di
sebuah rumah yang tak terlalu bagus hasil karyanya sendiri.
Itulah yang terjadi pada kehidupan kita. Kadangkala, banyak dari kita
yang membangun kehidupan dengan cara yang membingungkan dan kurang bertanggung
jawab. Lebih memilih berusaha ala kadarnya ketimbang mengupayakan yang baik.
Bahkan, pada bagian-bagian terpenting dalam hidup kita tidak memberikan yang
terbaik.
Pada akhir perjalanan kita terkejut saat melihat apa yang telah kita
lakukan, bahwa sesungguhnya apa yang kita kerjakan hari ini adalah semata-mata
untuk kita di hari nanti..
Seandainya kita menyadarinya sejak semula, pasti kita akan menjalani
hidup ini dengan cara yang jauh berbeda. Renungkan bahwa kita
adalah si tukang kayu. Renungkan 'rumah' yang sedang kita bangun. Setiap hari
kita memukul paku, memasang papan, mendirikan dinding dan atap. Mari kita
selesaikan 'rumah' kita dengan sebaik-baiknya seolah-olah hanya mengerjakannya
sekali saja dalam seumur hidup.
Wassalam,
Comments