membeli masa depan.. ketika jadi dokter aja (ternyata) belum cukup

Awesome.. Terasa merangkum banyak buku dan ide, semoga bermanfaat guys.
Wa bil khusus para calon ayah. ^_^. Met puasa, jalani ramadhan


Penulis : Adithya Mulya (penulis novel 'Jomblo', 'Gege Mengejar Cinta', dan beberapa novel lainnya)

~~~

Membeli Masa Depan
Tuesday, February 26, 2008

Di Singapur sini kita bisa nonton RCTI dan SCTV. Di suatu malam gua lagi
memindai channel dan melihat sebuah iklan yang menggugah. Iklan itu adalah
iklan dari tabungan rencana Bank Mandiri.

Adegan pertama: Ada anak kecil lari-lari keliling meja makan. Di meja makan
itu, ada pasangan muda meminjam uang ke orang tua mereka dan ada insert
tulisan "Untuk biaya masuk SD". Di akhir adegan itu, kita melihat liontin
emas ibu muda.

Adegan kedua: pasangan tersebut sudah terlihat lebih dewasa dan sang ibu
melepaskan liontin emas itu dengan muka urung. Insert: "Untuk biaya masuk
SMP"

Adegan ketiga: Anak itu sudah dewasa, membuka garasi dan anak itu murung
melihat garasi mereka kosong. Sang bapak keluar dengan vespa. "Untuk biaya
SMA".

Adegan ini diakhiri dengan sang bapak hujan-hujan pergi kerja naik vespa,
di depan rumahnya ada tulisan "rumah dijual" insert: "untuk masuk kuliah"

Ini adalah satu iklan yang sangat-sangat kuat. Hati gua belum pernah
ngerasa terenggut melihat sebuah iklan. Bener banget.

Life is not a game. You can't restart your life. Once you make a mistake,
that's it. You're done. Apalagi hidup di Indonesia yang jujur saja, sangat
unforgiving. Gua pendukung SBY dan so far dia melakukan yang terbaik untuk
kita semua. Sayangnya orang-orang seperti Mega dan Amien Rais kerjanya
membuat sentimen negatif saja. Gak ngebantu. Kita ini gak akan pernah maju
jika pemimpin negara dibacokin orang-orang yang kerjanya pengen jadi
pemimpin negara.

Hidup untuk Masa Depan
Iklan di atas sempat membuat gua tidak tenang melihat apa yang sudah ada di
tangan. Tapi gua berusaha merasa qana'ah karena tidak ada yang lebih buruk
di hadapan Allah selain orang-orang yang kufur nikmat. Bener kata
temen-temen yang komentar di bawah bahwa kalo kita takut, kita tidak akan
pernah merasa cukup dan akhirnya menghabiskan waktu kita khawatir ketimbang
bersyukur.

Kita itu (seharusnya) hidup untuk masa depan. Bokap gua pernah ngasih tau
statistik di bawah:
5 dari 10 pensiunan hidup bergantung pada anak dan kerabat
2 dari 10 pensiunan masih harus kerja unutk membiayai sisa hidupnya
1 dari 10 pensiunan punya uang pas-pasan untuk mandiri setelah pensiun
1 dari 10 pensiunan punya uang berlebih di saat pensiun

(commented by leo: yang 1 lagi jangan ditanya yah..hehehe)

Mengerikan ya? Dari yang gua lihat dalam hidup, memang begitu. Sebenernya
bukan karena kita miskin-miskin amat sih tapi kita itu sering belanja
hal-hal yang kalo dipikir baik-baik, gak perlu.

Sekarang gimana caranya kita pensiun dengan baik? Dan di atas itu,
membekali anak dengan pendidikan yang cukup? Iya kalo anaknya satu. Kalo 3?
Satu lagi ungkapan yang gua pernah dengar yang sangat-sangat memotivasi gua
untuk nabung:

Kecil, gak nyusahin orang tua
Tua, gak nyusahin anak

Iya kalo anak kita sukses. Kalo gak sukses kan kasian dia. Mencukupi
dirinya sendiri aja mungkin susah, apalagi nalangin kita? Masa muda anak
kita adalah masa dia mencari penghidupan untuk mensecure hari tua dia,
bukan hari tua kita.

Nah gua mau share sesuatu di bawah. Bukan karena gua sukses melakukannya,
atau telah berhasil menyelesaikannya. Tapi gua pengen aja sharing karena
penting untuk diketahui dan semoga memberikan insight yang baik bagi yang
belum tahu.

Tentukan gaya Hidup Kita
Di umur 30 ini gua belajar begini: gaya hidup itu menentukan survivality
kita di hari tua. Maksudnya gini:

Ini skema hidup keluarga A
Gaji = 100%
Living cost yang kita jalankan selama ini = 80%
Tabungan = 20%

Guess what? Setelah pensiun nanti, A akan kesulitan mengadjust gaya
hidupnya karena setelah pensiun, dia gak punya atau punya sedikit income.
Dan dia harus hidup berbiaya 80%. Tapi masalahnya dia cuman punya 20%.
Mending kalo 20% ini bisa nutupin basicnya, kalo nggak gimana?

Jadi yang perlu kita tentukan sekarang adalah bagaimana gaya hidup yang
kita inginkan dan berapa yang ingin kita tabung.

Basic Consumption & Life style
Persentase di atas tidak linier. Maksudnya, orang yang penghasilannya
rendah akan mencak-mencak melihat persentase di atas karena memang ada
biaya hidup pokok minimal. Mungkin bagi orang yang penghasilannya 20 juta
setahun, persentase di atas gak jalan. baca: minimum living cost katakanlah
10 juta setahun. Jadi mending persentasenya kita kembalikan aja pada diri
masing-masing.

Yang berusaha gua jelskan di sini adalah, living cost itu ada dua komponen.

Living cost = lifestyle x basic consumption.

Contoh, orang sama-sama butuh mobil ke kantor. Yang satu beli mobil second,
yang satu beli Alphard. Orang sama-sama butuh dinner. Yang satu sering dine
out, yang satu masak.
Orang sama-sama butuh tas. Yang satu beli satu 60 juta, yang satu 600 ribu.

Basic consumption semua orang sama. Tapi yang membuat living cost kita
berbeda adalah gaya hidup kita. Apa beli tas mahal salah? Nggak kok.
Terserah, gua gak ngejudge. kalo memang mampu ya by all means, beli aja.
Hanya saja, di kebanyakan kasus, gaya hidup kita lah yang membuat living
cost tinggi. Bukan basic consumptionnya.

Bagi pembaca yang tergerak untuk menerapkan hal yang sama, harap diingat
bahwa makin banyak anak, ya gajinya makin terbagi kecil. Bisa jadi seperti
ini:

45% cost
35% pensiun
10% anak 1
10% anak 2

45% cost
30% pensiun
8% anak 1
8% anak 2
8% anak 3

Masalahnya dengan skema ini adalah, skema ini tidak berlaku pada keluarga
yang incomenya terlalu kecil. Gua pernah bergaji sangat kecil dan bahkan
untuk menghidupi diri gua aja susah.

Automate your Savings
Sekarang kita udah menentukan gaya hidup kita dan bertekad menabung
beberapa % income kita. Next step? Kebanyakan orang, termasuk gua, gak bisa
nabung. Beberapa orang bikin channel tabungan. Termasuk gua. Gua gak tau
apakah ini manjur karena resultnya kita lihat 25 tahun lagi tapi setidaknya
ini yang gua percaya dan gua lakukan.

Setelah menentukan berapa yang harus ditabung, kita otomatisasikan tabungan
kita. Manusia itu pada dasarnya susah nabung. David Bach dalam bukunya
'Automatic Millionaire' mengatakan bahwa semua pemerintah di dunia ini
langsung otomatis motong pajak dari gaji kita karena mereka tau kita suka
lupa bayar pajak. Hal yang sama kita terapkan saja pada diri kita. Kita
bisa request ke bank agar setiap tanggal 1, gaji kita dipotong ke tabungan
pensiun kita, ke tabungan pendidikan anak kita dan ke mana saja yang kta
mau. Akhirnya yang ada di tabungan utama hanyalah sisa untuk living cost
kita. Jadi di awal bulan, yang pertama kita amankan adalah masa depan kita,
bukan masa depan mango, zara atau honda jazz kita. Kalo tidak dipagari
seperti ini, kecenderungannya adalah habis. Untuk ini, gua rekomendasikan
banget buku David Bach 'Automatic Millionaire'

Security
Oke, sekarang ada tabungan pensiun. Bagus. Eh besok kita ditabrak bus.
Pupuslah harapan anak untuk terus sekolah. Istri juga kalo gak
berpenghasilan bisa repot. Yang tadinya kita bermimpi anak kita bisa
sekolah di universitas top indonesia , jadi bisa gak kuliah sama sekali.

Dan tahukah kita bahwa statistik membuktikan bahwa rata-rta suami meninggal
6 tahun lebih cepat dari istrinya? Dari sini datanglah pentingnya asuransi.

Di sini, gua cuman pengen sharing apa
yang gua tau (yang mana sedikit), agar mungkin temen-temen bisa untung dari
sini.

Yang jelas, menentukan asuransi itu sebaiknya gini:

Uang pertanggungan = living cost / tahun x 20 tahun (atau terserah mau
berapa tahun).

Dengan formula ini, maka jika kita meninggal, insya allah keluarga kita
dapat hidup selama 12-20 tahun. Lho kenapa gak full 20 tahun? Karena
inflasi. Living cost tahun 2008 mungkin 4 juta. Di tahun 2020 bisa jadi 10
juta.

Masalahnya, makin tinggi uang pertanggungan, makin tinggi premi
pertahunnya. Untuk itu, menentukan nilai asuransi ini juga harus bijak dan
harus dalam kemampuan kita juga. Misalnya kita tabung 40% gaji. Kita split
40% ini jadi 10 dan 30.

30% pensiun
10% insurance
Toh keduanya sama-sama berbunga kok.

Dulu asuransi ini sepi peminat karena asuransi tidak melink dana kita ke
investasi. Yang ada, uang kita menyusut tanpa bunga. Mending taro di bank.
Gitu pikiran banyak orang. Sekarang unit link ini menjadi buruan banyak
orang. Gua dulu alergi yang namanya memercayakan uang keringet gua sama
asuransi. Sekarang kenapa tidak? Not bad kalo gua bilang. Jika kepala
keluarga meninggal, kepala keluarga akan mendapatkan mana yang lebih tinggi
antara uang pertanggungan dan nilai investasi.
You may disagree with this ya. Tapi gua sih jalanin.

Invest
Di posting gua yang terdahulu gua udah bilang bahwa musuh gua setidaknya
adalah inflasi. Mau income kita 1 juta per bulan atau 100 juta, kita taro
di bank, tetap aja kalah sama inflasi. Contoh:

Inflasi = 10%
Bunga bank = 2%
Tabungan kita = 1000
Harga telur 2007 = 1000
Harga telur 2008 = 1100
Uang kita 2008 = 1020
Tahun 2008 kita gak mampu makan telur.

Di sini lah pentingnya investasi. Instrumen investasi apa yang dipilih?
Beberapa sudah gua tulis di posting sebelumnya. Berapa yang mesti kita
invest? Nah ini tergantung dari seberapa ambisiusnya kita dalam hidup. Yang
jelas, ada beberapa pointers:

- asset & liability
Robert Kiyosaki dalam Rich dad poor dad bilang "rich dad buys assets. Poor
dad buys liability". Ini bener banget. Banyak sekali orang tua yang
menghabiskan uang 200 juta membelikan anak mereka mobil. Masalahnya, mobil
itu mengalami penyusutan 20% per tahun. Harganya tahun depan langsung 180
juta. Umur mobil juga 5 tahunan. Itu bukan aset. Itu liability.

Kalo memang ingin memberikan anak 200 juta, kenapa gak belikan dia rumah
susun? Atau BTN? "Nak, ini ayah belikan rumah 1 bukan untuk ditempatin.
Sana kamu kontrakin dan uangnya buat kamu tabung." Rumah, di 80% kasus,
adalah aset.

Aset adalah sesuatu yang memberikan kita return. Yang kalo kita jual lagi,
nilainya bertambah dan memberikan kita proft.

Liability adalah sesuatu yang setelah kita beli, nilainya susut. Yang kalo
kita jual lagi, kita mendapatkan loss.

- Biggest & Most Basic Investment
Hal pertama yang harus disukseskan dalam investasi, dan ini yang gua setuju
ya, terserah kalo gak setuju, adalah rumah. Direkomendasikan untuk rumah
sendiri. Jangan sampe ngontrak seumur hidup. Di kala kita ngontrak, kita
membuat orang lain kaya tanpa memberikan kita hak kepemilikan. Bisa-bisa
setelah pensiun, kita gak punya penghasilan untuk membayar kontraknya.
Setelah itu mau tinggal di mana?

Kalo kita cicil rumah, sejelek apa pun rumah itu, rumah itu adalah hak
milik kita. Tidak ada rasa aman yang lebih baik dari pada memiliki rumah
tempat kita tumbuh tua nanti.

Kalo nggak gini, kasian anak. Mereka nanti nikah dan butuh ruang, waktu dan
energi untuk membangun keluarga kecil mereka. Kalo kita tinggal bersama
mereka, kasian. Lenyaplah impian istri untuk ML di dapur huahahaha. Gak
deng. Memang di kebanyakan kasus, orang Indonesia menganut kebudayaan orang
timur di mana:

Ketika kita kecil, mereka merawat kita.
Ketika dia tua, kita merawat dia.

Ini sebabnya banyak sekali temen gua yang bungsu yang bersikeras gak mau
keluar rumah. Kasian ninggalin ibunya. Si bungsu lah yang bayarin listrik,
air, kabelvision dll.

Ini sebabnya banyak temen gua yang sering bilang "Udah, mamah di sini aja
sama saya"

Semua itu bagus. Semua itu mulia. Semua itu dianjurkan agama. Tapi semua
itu adalah cerita temen-temen gua yang mapan secara finansial dan berniat
mengembalikan budinya. Temen-temen gua yang kesulitan finansialnya? Well,
beda cerita.

Setidaknya di mata gua, sebagai anak yang baik, harus selalu siap untuk
menampung orang tua. Itu harus. Bokap gua menyisihkan 25% gajinya selama
belasan tahun untuk hidupi orang tua dia.

Tapi sebagai orang tua yang baik, rasanya gak tega ngeliat anak ngerawat
kita sementara dia bisa menghabiskan waktu muda dia mengejar impian-impian.
Makanya, invest your money. Nah sekarang pertanyaan, berapa yang mesti kita
investasikan dari income kita? Sekali lagi, terserah.

Tadi di atas sudah ada ini:
30% pensiun
10% insurance

Kenapa nggak,
10% atau 20% pensiun
10% insurance
20% atau 10% investasi

Ingat aja, makin kecil uang yang disisihkan untuk investasi makin lambat
investasi itu bisa berbuah. Kalo sisihan untuk invetasi terlalu kecil,
ditakutkan malah gak pernah terwujud impiannya. Contohnya, mau beli emas
batangan. Tapi harganya naik lebih cepat ketimbang jumlah uang yang kita
sisihkan perbulannya. Yang ada kejar-kejaran.


Hutang
Disarankan untuk jangan punya hutang, kecuali hutang itu untuk membeli
rumah perdana dan itu pun jangan terlalu banyak. Banyak orang yang bermimpi
memiliki rumah megah dan bersikeras beli cicil. Masalahnya,

Rumah gede = biaya maintenance gede
Rumah gede = cicilannya puluhan tahun

Temen gua ada yang lumayan jenius. Dia beli rumah kecil, 5 tahun lunas.
Sementara 5 tahun itu dia juga nabung dengan istri. Setelah lunas ternyata
mereka punya cukup tabungan untuk nyicil rumah ketiga yang lebih baik.
Rumah pertama mereka kontrakin dan mereka tinggal di rumah cicilan kedua.
Sebentar lagi meeka akan melakukan yang ketiga.

Ada lagi kasus yang lumayan miris. Rumahnya terlalu besar tapi gajinya
terlalu kecil, sehingga dia butuh 20 tahun untuk lunasin. Itu semua gajiu
habis hanya untuk rumah. Jujur aja, kalo cicilan sampe 20 tahunan, yang ada
kita bayar rumah itu 2x harga beli kita. 2 kali! Itu sama dengan kita beli
2 rumah! Tapi ini nggak. Akhirnya orang itu pensiun tanpa sempat
menggunakan uangnya untuk investasi.


Intinya, hutang itu boleh tapi terbatas dengan:

pembelian aset
pastikan beli rumah yang sesuai dengan gaji kita. Jangan ngoyo.
pastikan cicilannya tidak terlalu banyak sehingga kita masih punya umur
produktif untuk investasi yang lain juga.
Again, ini hanya dari pengalaman dan observasi pribadi gua. mungkin pembaca
yang berwawasan lebih, boleh kasih input. Biasanya syarat umum Bank di
indonesia adalah: uang cicilan = 1/3 dari income gabungan suami istri. Kalo
gitu, skemanya jadi berubah:

45% cost
33% cicilan rumah
8% anak 1
8% anak 2
6% insurance atau investasi atau pensiun

Skemanya terserah tapi kita bisa lihat bahwa semua komponen itu penting.
Dan bisa kita lihat juga bahwa adanya cicilan rumah benar-benar memotong
keleluasaan kita dalam berinvestasi kan . Dan bahkan untuk cicil rumah,
bukan gak mungkin kita harus memotong biaya hidup jadi lebih kecil dari
45%. Makanya cicilannya jangan terlalu lama dan telalu besar.

Metode Yang Beda
Metode di atas hanyalah 1 dari jutaan metode yang kita bisa jalankan.
Contoh metode lain adalah:

1. 5 tahun pertama konsen beli rumah
2. 5 tahun kedua konsen nabung buat investasi
3. 5 tahun ketiga konsen nabung pensiun

Beberapa temen gua malah hanya bergantung pada jamsostek untuk pensiun.
Uang bebasnya semuanya dia investasikan di rumah kedua dan bilang "Ya ini
sapi pensiun gua." Agar nanti kalo udah pensiun, uang kontrakan rumah itu
dapat nyambung hidup dia.

Upside
Dengan cara seperti ini, orang biasanya lebih cepat mendapatkan
masing-masing target. 55% gaji dia dimasukin untuk investasi. Denga modal
sebesar ini, returnnya juga bisa besar dan lebih cepat. Sound good. Tapi
ada kelemahannya.

Downside
Kalo misalnya pas lagi ngejar lunasin rumah, kepala keluarganya meninggal,
gak ada dana back up dong.

Kalo misalnya pas 5 tahun investasi ternyata reksadana crash, habis semua
uang. Kalo 5 tahun nabung dollar ternyata dollar jadi 2000 perak, the end.
Lenyap udah itu semua.

Kalo misalnya keasikan beli rumah dan investasi, bukan gak mungkin kita
telat nabung buat pensiun. Kenapa sih pensiun itu penting meski sudah ada
investasi yang berbuah?

Karena kita tidak bisa memprediksi masa depan. Kita bergantung sama 3 rumah
kontrakan. Suatu hari 2 dari 3 digusur.

Intinya sih keuntungan dari diversifikasi adalah kalo kita sial di satu
hal, kita masih bisa bergantung dengan hal lain. Memang gak banyak, tapi
itu safe. Kerugian diversifikasi adalah menunggu semuanya berbuaha bisa
belasan tahun. Gimana nggak? Secepat apa kita bisa memperbaiki taraf hidup
kalo kita hanya mampu sisihkan gaji 2% untuk investasi?

Semuanya dikembalikan ke masing-masing lah. Gak ada yang benar dan salah.
Gua yakin semua yang baca blog ini by now sudah mikir, skema apa yang
selama ini mereka jalani dan gak defensif atau ofensif jika tidak setuju
dengan penjelasan di atas. Toh semuanya dikembalikan ke diri dan kondisi
masing-masing yang mana kondisi itu gak mungkin sama.

Gua sendiri menjalankan sebuah skema. Gua gak tau apakah skema itu akan
berhasil. Yang penting, kalo niatnya baik, ikhtiarnya giat, dan sabar
menghadapi cobaan, itu berarti kita sudah menjalankan skemanya dengan
benar.

Penutup
Yang jelas, gua berpegang sama proverb di bawah:

Kecil, gak nyusahin orang tua
Tua, gak nyusahin anak

Kita Sebagai Anak
Sadarkah kita kenapa orang tua naik haji di usia senja? Karena orang tua
kita ingin memastikan dulu kita mentas. Betapa mulianya ya mereka.

Sekedar sharing aja, temen gua dulu ada yang ngobat. Sekarang nyesel seumur
hidup. Dia nyesel karena sampai akhir hayat mereka sang orang tua tidak
pernah sempat menunaikan ibadah haji. Kenapa? Karena tabungan haji mereka
habis membayar rehab temen gua. Setelah sembuh mentas dan kerja, hal
pertama yang temen gua lakukan adalah haji dan mendoakan mereka.

Dari dia gua belajar untuk sebisa mungkin gak pernah nyusahin orang tua.
Kalo gak bisa sukses, minimal gua gak bikin mereka sedih.

Kita Sebagai orang tua
Tantangan tiap jaman itu beda. Dan semakin ke sini, semakin hebat. Dulu
bapak kita cukup dengan S1 dan dapat berkarir seorang diri membiayai semua
keluarga.

Jaman kita? Dibutuhkan suami dan istri untuk kerja mencukupi kebutuhan
hidup. Belum lagi kualifikasi sekarang banyak yang harus S2. Ambil koran,
baca bagian karir dan hiotung berapa banyak yang kualifikasi S2? Chances
are, many. Dan supply lulusan S2 pun banyak yang masih struggle
mendapatkannya (yang mana menjadi constant reminder gua untuk harus sekolah
lagi).

Jaman anak kita? Gak kebayang kan ? Ini sebabnya pensiun itu sangat penting.
Anak-anak kita menghadapi apa yang tidak terbayangkan oleh kita susahnya
gimana. On top of that, mereka harus mencukupi diri mereka sendiri. Memang
gua yakin banget kita sebagai masyarakat timur, mereka pasti tidak
keberatan mengurusi kita. Masalahnya, kitanya tega gak?

Kecil, gak nyusahin orang tua
Tua, gak nyusahin anak

Anda mau sharing bagaimana bentuk pembelian masa depan yang lain ?


Comments

Popular Posts